KISAH DAKWAH " SUNAN KALI JAGA"
Menurut cerita, Sebelum menjadi Walisongo,
Raden Said adalah seorang perampok yang selalu mengambil hasil bumi di
gudang penyimpanan Hasil Bumi. Dan hasil rampokan itu akan ia bagikan
kepada orang-orang yang miskin. Suatu hari, Saat Raden Said berada di
hutan, ia melihat seseorang kakek tua yang bertongkat. Orang itu adalah Sunan Bonang.
Karena tongkat itu dilihat seperti tongkat emas, ia merampas tongkat
itu. Katanya, hasil rampokan itu akan ia bagikan kepada orang yang
miskin. Tetapi, Sang Sunan Bonang tidak
membenarkan cara itu. Ia
menasihati Raden Said bahwa Allah
tidak akan menerima amal yang buruk. Lalu, Sunan Bonang menunjukan
pohon aren emas dan mengatakan bila Raden Said ingin mendapatkan harta
tanpa berusaha, maka ambillah buah aren emas yang ditunjukkan oleh Sunan
Bonang. Karena itu, Raden Said ingin menjadi murid Sunan Bonang. Raden
Said lalu menyusul Sunan Bonang ke Sungai. Raden Said berkata bahwa
ingin menjadi muridnya. Sunan Bonang lalu menyuruh Raden Said untuk
bersemedi sambil menjaga tongkatnya yang ditancapkan ke tepi sungai.
Raden Said tidak boleh beranjak dari tempat tersebut sebelum Sunan
Bonang datang. Raden Said lalu melaksanakan perintah tersebut. Karena
itu,ia menjadi tertidur dalam waktu lama. Karena lamanya ia tertidur,
tanpa disadari akar dan rerumputan telah menutupi dirinya. Tiga tahun
kemudian, Sunan Bonang datang dan membangunkan Raden Said. Karena ia
telah menjaga tongkatnya yang ditanjapkan ke sungai, maka Raden Said
diganti namanya menjadi Kalijaga. Kalijaga lalu diberi pakaian baru dan
diberi pelajaran agama oleh Sunan Bonang. Kalijaga lalu melanjutkan
dakwahnya dan dikenal sebagai Sunan Kalijaga.
Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung "sufistik berbasis salaf" -bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.
Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat
akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati
secara bertahap: mengikuti sambil memengaruhi. Sunan Kalijaga
berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama
hilang. Tidak mengherankan, ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis
dalam mengenalkan Islam. Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan,
serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Beberapa lagu suluk ciptaannya yang populer adalah Ilir-ilir dan Gundul-gundul Pacul. Dialah menggagas baju takwa, perayaan sekatenan, garebeg maulud, serta lakon carangan Layang Kalimasada dan Petruk Dadi Ratu
("Petruk Jadi Raja"). Lanskap pusat kota berupa kraton, alun-alun
dengan dua beringin serta masjid diyakini pula dikonsep oleh Sunan
Kalijaga.
Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa
memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga; di antaranya adalah adipati Pandanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar